Hama Ulat Hongkong

9/05/2017 Aq 1 Comments


HAMA TANAMAN
PEMELIHARAAN SERANGGA ULAT HONGKONG 



OLEH:

NAMA:









LABORATORIUM ILMU HAMA DAN PENYAKIT PENYAKIT TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS BENGKULU
2015



BAB I
 PENDAHULUAN

1.1              Dasar Teori
Ulat hongkong lebih dikenal dengan sebutan MealWorm atau Yellow MealWorm dan merupakan larva dari Tenebrio Molitor. Hewan ini fase hidupnya sama dengan jenis ulat yang lain, yaitu mulai dari telur, lalu menetas menjadi larva sampai mencapai ukuran maksimal, larva akan berubah menjadi pupa atau kepompong, dan fase terakhir menjadi serangga Tenebrio Molitor (Anonymous, 2013).
Ulat hongkong dipanen pada umur 50 sampai 60 hari sejak menetas. Warnanya berwarna kuning dan tidak berbulu. Ukuran panjang tubuh larva dewasa bisa mencapai 33 mm dan berdiameter 3 mm (Anonymous, 2013, Haryanto, 2013).
Ulat ini dijumpai pada toko pakan burung, ikan-ikanan, reptil dan ternak lainnya. Ulat ini sering dijadikan sebagai suplemen atau makanan utama pada hewan-hewan peliharaan dalam bentuk masih hidup maupun berbentuk pelet. Ulat hongkong di jadikan sebagai pakan favorit karena memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk hewan ternak. Kandungan nutrisi diantaranya protein kasar 48%, lemak kasar 40%, kadar abu 3%, kadar air 57%, serta kandungan ekstra non nitrogen 8% (Anonymous, 2013).
Di pasaran, ulat hongkong dijual antara Rp 27.000 – Rp 40.000. Pakan yang digunakan untuk ulat hongkong, umumnya masih menggunakan polar dan jenis konsentrat lain yang murah. Bahan konsentrat diperoleh dari limbah pertanian; gamblong, bekatul dan bahan lainnya. Selain itu, peternak juga menambahkan sayuran dan buah-buahan untuk meningkatkan bobot badan ulat hongkong. Dari semua bahan tersebut, belum diperoleh secara pasti standar kebutuhan nutrisi ulat hongkong.
Kendala yang umumnya ditemui masyarakat adalah untuk memenuhi sayur dan buah, umumnya peternak masih sulit mendapatkannya dalam jumlah yang kontinyu dan terkadang peternak harus membeli. Padahal, ulat hongkong merupakan salah satu binatang yang cukup rakus makannya. Kota Malang merupakan salah satu kota pendidikan di Indonesia yang memiliki populasi penduduk yang cukup padat. Jumlah populasi yang banyak menyebabkan menjamurnya berbagai bisnis rumah makan dan pasar-pasar yang menjual kebutuhan pokok dan sayuran. Sehingga, jumlah sampah setiap harinya sangat besar sekali. Hasil penelitian Haffandi (2013), jumlah gerobak yang masuk ke TPS dari jam 06.00 - 08.00 (2 jam) berjumlah 15 gerobak. Jumlah TPS yang ada di Kota Malang, yaitu 73 TPS maka diperkirakan berat sampah di seluruh TPS Kota Malang yaitu sebesar 33.769.800 gr (~33,8 t) dengan rata-rata berat sampah organik organik (wortel, sayuran hijau) sebesar 19.710.000 gr.
Salah satu solusi pemanfaatan sampah organik adalah dimanfaatkan sebagai pakan ulat hongkong, sebagai pakan alternatif yang murah dan jumlahnya melimpah dan kontinyu. Perbedaan jenis pakan yang diberikan untuk ulat hongkong menyebabkan perbedaan pada hasil panen dan bobot badan panen. Oleh karena itu, perlu diteliti penggunaan dari limbah sayuran pasar dan buah-buahan pada media pakan yang berbeda terhadap produksi ulat hongkong.
Sampah di Kota Malang belum ada yang memanfaatkan dan rata-rata hanya diangkut oleh gerobak menuju TPA (tempat pembuangan akhir). Di TPA sampah ini dibiarkan saja dan jika menumpuk terlalu lama akan menyebabkan bau.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana pengaruh pemberian limbah sayuran pasar dan buah-buahan pada media pakan yang berbeda terhadap pertambahan bobot panen ulat hongkong.

1.2              Tujuan
1.      Mahasiswa mampu memelihara serangga kaitannya dengan rencana penelitian.
2.      Mahasiswa memahami biologi serangga.


BAB II
METODOLOGI
1.1              Bahan dan Alat
A.    Bahan
Ulat hongkong, bubuk kedelai sebagai pakan.
B.     Alat
Pensil, kertas. Petridish besar
1.2              Cara Kerja
1.      Menyiapkan ulat hongkong sebanyak sepuluh ekor
2.      Dimasukkan kedalam petridish sebanyak 10 ekor
3.      Kemudian dimasukkan pakan berupa bubuk kedelai sebanyak satu sendok makan
4.      Kemudian diamati perkembangan ulat setiap minggu

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No.
Waktu
Gambar
Keterangan
1.
Minggu 1
Pada minggu pertama ulat hongkong masih dalam keadaan seperti biasa, keadaanya masih sama seperti saat pertamakali dimasukkan kedalam petridish
2.
Minggu 2
Minggu kedua ulat hongkong kulitnya menghitam, warnanya semakin gelap dan pergerakannya lemah. Dan bahkan sudah ada ulat yang ganti kulit.
3.
Minggu 3
Pada minggu ketiga ulat hongkong berganti kulit, warnanya menjadi putih bening.
Dan ulat tidak banyak bergerak, setelah itu ulat menjadi pupa.

4.2 Pembahasan
Pertumbuhan serangga dipengaruhi kesesuaian kondisi lingkungannya. Pengaruh ini berbeda-beda setiap jenis serangga. Lingkungan yang sesuai akan menjadikan metabolism dalam tubuh serangga mampu bekerja dengan baik. Khususnya ulat hongkong, aplikasinya ulat yang dipelihara dalam kelembaban yang lebih rendah akan mengkonsumsi pakan lebih banyak (Hartininsih dan E.F. Sari., 2014). Ini berkaitan dengan hasil penelitian Marlianti (2006) dilaporkan bahwa pada kelembaban 69% konsumsi ulat umur 46-55 sebanyak 10,4.
Baiknya metabolisme tubuh akan menjadikan perkembangan dan pertumbuhan ulat hongkong dapat terjadi dengan baik.


BAB IV
PENUTUP
          Kesimpulan
          Metabolisme yang terjadi dalam tubuh akan menjadikan pertumbuhan dan perkembangan yang baik apabila proses metabolisme terjadi dengan baik pula. Pertumbuhan dan perkembangan dapat dipenggaruhi kesesuaian makanan, suhu dan kelembaban lingkungan hidupnya.






DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2013. Berita Ulat Hongkong. http://ulathongkong.webs.com/.                           Diakses tanggal 21 Mei 2015
Haffandi, L. 2012. Analisis Sampah Organik dan Anorganik Di TPS Kota Malang. http://linda‑haffandi.blogspot.com/2013/03/analisis-sampah-organik-dan-anorganik.html. Diakses tanggal 21 Mei 2013.
Hartininsih dan E.F. Sari. 2014. Peningkatan Bobot Panen Ulat Hongkong Akibat Aplikasi Limbah Sayur Dan Buahp Ada Media Pakan Berbeda. J. Buana Sains Vol 14 No 1: 55-64

Marlanti, A. 2006. Performa Ulat Tepung (Tenebrio Molitor L.) Pada Suhu dan Kelembaban yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

You Might Also Like

1 comment:

  1. Terimakasih infonya. Jangan lupa kunjungi kami http://bit.ly/2Mr7sFC

    ReplyDelete